(Yesaya 43 : 1 – 7 ; Roma 11 : 36 – 12 : 8)
Rick  Warren dalam bukunya “The Purpose Driven Life,” menjelaskan bahwa  tujuan hidup orang Kristen jauh lebih besar dari pada prestasi pribadi,  karir, ambisi, ketenangan pikiran, bahkan lebih besar dari sekadar  tujuan keluarga. 
Lalu,  apakah tujuan hidup manusia? Pertanyaan itu sangat penting. Katekismus  Westminster diawali dengan pertanyaan yang sama: “Apakah tujuan utama  manusia?” (What is the chief end of man?).
Jawabannya adalah: “Tujuan utama manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya.” (Man's chief end is to glorify God, and to enjoy him for ever). Fokus dari jawaban tersebut adalah memuliakan Allah.    
Manusia  hidup untuk kemuliaan Allah. Sehubungan dengan hal itu, marilah kita  merenungkan tiga pertanyaan: Apakah kemuliaan Allah? Mengapa harus  memuliakan Allah? Bagaimana memuliakan Allah? 
Apakah  kemuliaan Allah? Kemuliaan Allah itu mencakup dua segi. Pertama,  kemuliaan intrinsik, yaitu kemuliaan yang telah dimiliki Allah pada  diri-Nya sendiri (Rm 11:36). Hal ini dapat diibaratkan dengan terang  yang dimiliki matahari. Baik diterima atau dihindari orang, diakui atau  diabaikan orang, terang itu telah ada pada matahari. Terang matahari itu  terus-menerus bersinar. Demikian pula kemuliaan Allah telah ada pada  diri-Nya sejak kekekalan hingga selama-lamanya. Tanpa dipengaruhi oleh  respon mahluk terhadap diri-Nya, kemuliaan Allah itu terus-menerus  memancar. Kedua, kemuliaan ekstrinsik, yaitu kemuliaan yang diberikan  mahkluk kepada Allah. Setiap manusia hendaknya menyadari kemuliaan  Allah, dan memuliakan-Nya. Alkitab mengatakan: ”Berilah kepada TUHAN  kemuliaan nama-Nya” (1 Taw. 16:29a), dan “bagi Dialah kemuliaan sampai  selama-lamanya” (Rm. 11:36b). 
Mengapa harus memuliakan Allah? Pertama,  karena keberadaan Allah yang mulia (Rm:11:36). Dia adalah Allah yang  mulia dan sudah selayaknya dimuliakan. Kedua, karena segala  perbuatan-Nya: Dia yang menciptakan keberadaan kita (Yes. 43:1a); Dia  telah menebus dan menyelamatkan kita (Yes. 43:1b-3); dan Dia mengasihi,  memelihara dan memberkati kita (Yes. 43:4-6). Ketiga, karena kita  diciptakan untuk kemuliaan-Nya. Semua orang yang disebut dengan  nama-Nya, diciptakan untuk kemuliaan-Nya (Yes. 43:7).
Bagaimana memuliakan Allah? Kita memuliakan Allah dengan meninggikan (appreciation), menyembah (adoration), mengasihi (affection) dan mengabdi (dedication).  
Roma  11:36-12:8 mengajarkan empat tahap dalam memuliakan Allah. Pertama,  menyadari keberadaan-Nya yang mulia sehingga senantiasa meninggikan Dia  (Rm. 11:36). Hendaklah kita menyadari bahwa segala sesuatu adalah dari  Dia, oleh Dia dan bagi Dia, sehingga kita dapat senantiasa memuliakanlah  dan meninggikan Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.  
Kedua,  mempersembahkan diri untuk kemuliaan Allah (Rm. 12:1). Mempersembahkan  diri dilakukan ”demi kemurahan Allah”. Ingatlah bahwa kita sudah lebih  dahulu menerima anugerah dari Allah. Jadi kita mempersembahkan diri  bukanlah untuk mendapat sesuatu dari Allah, tetapi justru karena kita  sudah memperoleh karunia-Nya. Buatlah keputusan untuk mempersembahkan  dirimu. Persembahkan dirimu sebagai persembahan yang hidup, kudus dan  berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadah kita yang sejati.
Ketiga, mengasihi Allah dan memperbaharui akal budi untuk kemuliaan Allah      (Rm.  12:2). Orang yang mengasihi dunia tidak memiliki kasih akan Allah (1  Yoh. 2:15). Oleh karena itu janganlah mengasihi dunia dan menjadi serupa  dengan dunia. Kasihilah Allah dan berubahlah oleh pembaharuan budi,  sehingga kita dapat membedakan manakah kehendak Allah, yaitu yang baik,  yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Keempat, mengabdikan diri sesuai dengan talenta untuk kemuliaan Allah          (Rm. 12:3-8). Janganlah kita memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kita pikirkan. Tuhan mengaruniakan talenta yang berbeda-beda kepada setiap orang Kristen. Kita harus memakai talenta itu untuk melayani dan memuliakan Allah. 
Hiduplah untuk kemuliaan Allah. Kita diciptakan untuk kemuliaan Allah.
 
 

